Minggu, 26 September 2010

EMBUNG SUMBERKARE

Bagai petir di siang bolong ketika mendapat informasi bahwa rombongan KUSUMA Club sudah melintasi perempatan Laweyan. Sementara aku dan seorang rekan menunggu mereka di traffic light Wonoasih. Harus mengejar mereka? Ya!, tak ada pilihan lain. Terbayang di benak sebuah perjuangan yang akan melelahkan. Mengejar rombongan sepeda onthel dengan sepeda onthel pula. Tentu kami berdua harus mengayuh pedal sepeda dengan kecepatan lebih tinggi dari dari mereka.

Kami pun menyusuri sepanjang jalan Hamka, dari ujung timur sampai barat. Charlie Hill yang melingkar di lengan kananku menunjuk waktu pukul 07.05. Untunglah cuaca agak mendung. Bila tidak, terik matahari akan terasa mulai membakar. Memang, Probolinggo begitu panas bila cuaca sedang cerah. Sampai di SPBU Kareng Lor kucoba menghubungi beberapa anggota rombongan. Tak satu pun yang menjawab. Mungkin ponsel mereka ditaruh di saku celana, tas pinggang atau tas paha sehingga tidak bisa mendengar ringtone atau merasakan vibrasi ponsel.  Huffft.... keringat mulai membasahi tubuh, nafas mulai memburu.

Beberapa menit kemudian sampai juga kami di perempatan Laweyan.
"Permisi Pak, kelihatan rombongan sepeda lewat sini, ga?" tanyaku kepada abang becak yang mangkal di sana.
"Oh, sudah tadi kok, kaosnya seperti yang kamu pakai, mungkin sudah sampai di Patalan" terangnya.
"Oh My God..... Makasih, Pak" jawabku singkat, sembari menyembunyikan rasa kaget dan sedikit keputus-asaan.

Segera kutunggangi lagi Polygon Bike To Work dengan setelan maximum speed. Terbayang jalur yang menanjak di jalan utama menuju Gunung Bromo itu. Nafas mulai ngos-ngosan, harus mengejar teman-teman yang berada lebih kurang 7 km di depan. Semua ini tak kan terjadi jika tadi tidak salah info. Sekitar pukul 06.00 kami berdua diminta oleh seorang teman yang ikut dari titik start untuk menunggu di traffic light Wonoasih. Menurutnya, rute akan melintasi Wonoasih. Sambil menunggu rekan-rekan bikers, kami berdua berinisiatif meminta bantuan seorang Polisi yang ngepos di sana untuk memberikan jalan bila anggota Kusuma melintas. Lalu lintas di perempatan Wonoasih setiap pagi memang lumayan padat dan sibuk bin semrawut. Orang-orang yang berangkat kerja, anak-anak sekolah dan orang-orang yang keluar-masuk pasar lalu lalang menyesaki badan jalan. Ternyata oh ternyata.... Kusuma Club mengubah rute, urung melintasi Wonoasih, memilih menyusuri Jalan Bengawan Solo.

Kami berdua sampai di Pasar Muneng. Kucoba telpon lagi... tidak ada jawaban. Beberapa saat kemudian terdengar nada panggilan HP. Yes....! teriakku dalam hati.
"Halo... wis tutuk ndi Jal..." responku sambil mengatur nafas  mencoba menyembunyikan desah terengah-engah. Sementara kayuhan kaki tetap dengan kekuatan maksimal.
"....emmmmm... ga ngerti pisan iki, sik tas mlebu Sumberkare. Mungkin rong kiloan teko dalam gede" jawabnya.
Anjriiiitttt..... 2 Km dr jalan besar? berarti masih 4 Km di depan? jalan masuk ke arah Pururt masih 2 Km lagi.
"Yuk kita ke kanan, tuh jalan masuk ke Purut" ajak kompatriotku begitu jalan kecil tampak di sisi kanan. Di sana dua orang berpakaian Satpol PP masih stand by.
"Ayo Mas... semangat, teman-teman sudah agak tadi." teriak petugas Satpol PP menyemangati kami.

Kami pun menyusuri jalan ke arah barat. Di awal-awal lumayan datar, tidak seperti jalur Laweyan yang menguras energi. Sementara cuaca mulai cerah dan terik mulai terasa membakar lengan. Beberapa menit kemudian jalanan mulai naik-turun. Jemari tangan kanan dan kiri mulai sibuk memutar tuas pengatur gir depan dan belakang menyesuaikan dengan kondisi jalan. Begitu terlihat sebuah tugu batas desa bertuliskan:  "Selamat Datang Anda Memasuki Desa Sumberkare", hatiku melonjak gembira. Berarti rombongan sudah semakin dekat. Semangat menyala-nyala kembali. Di kejauhan sana tampak sebuah tikungan tajam diikuti jalur menanjak. 'Aku harus bisa menundukkannya' aku membatin. Begitu lepas di tikungan, terpampamg sebuah tanjakan yang amat terjal. Posisi gir kusesuaikan untuk meringankan kayuhan. Perlahan namun pasti Polygonku merayapi jalan menanjak dengan mantap. Nafas semakin memburu, jersey kuyup oleh keringat. Masih menanjak terus... kalau pun ada jalan menurun, tidak seberapa berarti. Ternyata tak sia-sia perjuangan kami. Di depan tampak ada dua orang peserta menuntun sepedanya menaiki tanjakan. 'Alhamdulillah...' syukurku. Ekor rombongan berhasil kami gapai.

"Eh...ini 'kan acara bersepeda, bukan jalan santai.." aku mencandai mereka.
"Oke... silakan lanjut, sementara kami tuntun sampai ke Pos I. Teler neh..." sahutnya dengan mimik memelas.



Semakin naik semakin banyak peserta yang berhasil aku dahului. Aku pun menurunkan kecepatan, memberi kesempatan tubuh agar agak rileks. Kerongkongan terasa kering, dahaga. Di depan terlihat rombongan kecil sedang beristirahat di bawah kerindangan pepohonan. Aku pun bergabung dengan mereka. Kami pun bersenda gurau dan saling gojlog. Peserta lain yang ngengkol mangap-mangap persis Ikan Lohan, tak luput dari sasaran gojlogan kami. Seorang rekan menyodorkan sebotol air putih. Gleg...gleg..gleg... Alhamdulillah....... seger buger tanpa hamburger.
"Makasih, ente pengertian banged sih..." ucapku sembari mengembalikan botol minumnya.
"Bukan begitu Sam..., Aku ga tega ajah liat ente, keknya mo pingsan. Kalo pingsan, wah bisa repot..." guyonnya. Kami pun tertawa lepas.
Setelah capek agak mending, rombongan kecil ini merayapi tanjakan lagi. Info yang kami terima, Pos I sudah dekat, 1 kilo meteran lagi. Benar, tidak sampai 200 m kami sudah bergabung dengan rombongan induk yang menunggu menjelang Pos I. Wajah-wajah mereka semringah penuh kebanggan dapat menaklukkan tanjakan-tanjakan terjal. Kami pun rehat lagi sambil menunggu peserta yang masih berjuang di belakang, termasuk mobil penyapu ranjau. Setelah dipastikan rombongan lengkap, kami diinstruksikan melanjutkan perjalanan menuju Pos I. Nah, ada tantangan tersendiri dari sisa perjalanan menuju Pos I ini, jalan makadam! Roda sepeda merayapi jalan bebatuan. Tubuh pun berguncang-guncang di tengah jalan yang diapit ladang penduduk setempat. Jadi teringat sebuah lagu Ebiet G. Ade: "......tubuhku berguncang, di atas batu jalanan...."



Sekitar 500-an meter tubuh kami berguncang-ria di atas trek makadam. Selanjutnya, kami disuguhi jalan paving stone yang menurun curam. Jemari tangan bergerak lincah mengatur rem. Subhanallah... di depan tampak sebuah bendungan (mungkin karena ukurannya kecil, disebut "Embung"). Aku baru tahu, di Probolinggo juga ada waduk penampung limpahan air. Walaupun tidak begitu luas dan airnya masih sedikit tentu waduk ini amat bermanfaat bagi petani di hilir. Sepertinya, waduk ini baru selesai dibangu. Semua masih tampak baru, termasuk pepohonan perindang di sekitar waduk. Pemandangan di sekitar Embung cukup mengurangi rasa lelah dan panas terik siang itu. Kami pun menikmati minuman dan kolak sambil bercanda. Beberapa anggota Kusuma  Club sibuk saling mengambil foto dengan HP mereka. Tak mau kalah, Nikon Coolpix S520 yang kubawa turut ambil bagian aku juga jeprat-jepret mengabadikan moment indah tersebut.




Cukup lama kami melepaskan penat sambil menikmati alam Embung Sumberkare. Kami bersiap kembali melanjutkan perjalanan ke finish setelah mendengar komando. Bergerak kembali menyusuri makadam, lalu masuk lagi ke Jalan Purut. Jalanan menanjak sebelum akhirnya para bikers belok kanan ke arah Desa Sumberbendo. Sungguh mengasyikkan, setelah tadi berjuang mendaki kini menikmati jalan menurun. Melintasi ladang-ladang dan kebun jati di sepanjang jalan. Jalanan amat sepi sehingga para bikers bebas menyusurinya dengan sedikit kayuhan, tapi kecepatan maksimum. Rombongan kembali terpecah-pecah membentuk kelompok kecil-kecil. Aku berada di kelompok terdepan, yang tidak sampai sepuluh sepeda. Setelah melintasi Pemandian Sumberbendo, di sebuah pertigaan, kelompok kami rehat sambil menunggu kelompok lain yang tercecer di belakang. Agak lama juga kami menunggu semua peserta kembali lengkap.

Saat rehat, di belakang lutut kaki kiriku terasa sakit, sama seperti beberapa minggu lalu saat bersepeda sambil ngabuburit. Begitu rombongan dipastikan komplet, bikers kembali bergerak. Jalan Mastrip adalah tujuan akhir. Sakit di kaki kian terasa, saat mengayuh pedal. Trek aspal mulus dan datar terasa begitu menyiksa. Perjalanan terasa begitu lama. Tapi akhirnya aku pun sampai di finish walupun sambil meringis-ringis menahan sakit. Para bikers menyerbu hidangan di sebuah warung. ah.... nikmat...

#Hamzet

2 komentar:

  1. asik juga...
    kapan-kapan.. kita sepedaan bareng.. biar rame..

    BalasHapus
  2. Wah sip tuh...

    Sepedaan gabungan heboh juga keknya.

    Tengkyu kunungannya. Salam.

    BalasHapus

Tenkyu telah berkunjung. Plizz komen yah..