Berikut ini saya coba sajikan Sebuah Catatan Penting mengenai Sejarah Kabupaten Probolinggo.
Sengaja diposting secara bertahap mengingat banyaknya materi yang harus saya unggah.
Sejarah ini saya salin dan sunting seperlunya dari sebuah fotokopi buku milik (alm.) kakek saya.
Sengaja diposting secara bertahap mengingat banyaknya materi yang harus saya unggah.
Sejarah ini saya salin dan sunting seperlunya dari sebuah fotokopi buku milik (alm.) kakek saya.
Buku asli berupa tulisan tangan dan disusun oleh Tim Penyusun Sedjarah
Kabupaten Probolinggo beranggotakan 5 orang, yakni:
Ibnu Said, Nursohib Hudan, SH, Abd. Sjukur, Achmad Munasir dan Abu Jazid.
Kabupaten Probolinggo beranggotakan 5 orang, yakni:
Ibnu Said, Nursohib Hudan, SH, Abd. Sjukur, Achmad Munasir dan Abu Jazid.
SELAMAT MENIKMATI...
SEJARAH KABUPATEN PROBOLINGGO
Sebelum Terbentuk Menjadi
Daerah Kabupaten
Era Kerajaan Majapahit
Daerah Probolinggo memang tidak kaya dalam
peninggalan-peninggalan sejarah. Hal ini dapat diteliti dari keadaan dan
kedudukan daerah ini pada waktu itu.
Lahirnya nama PROBOLINGGO
terhitung baru dalam percaturan sejarah, yakni baru tahun 1770. Sedang nama
sebelumnya, menurut tulisan-tulisan pada tahun 1335, adalah BANGER,
merujuk sebuah nama sungai yang terdapat di daerah ini.
Untuk meneliti sejarah pertumbuhan daerah ini, dapat dimulai dengan menjelajahi kembali perjalanan Prabu Rajasanagara (Sri
Hayam Wuruk), Raja Majapahit IV (1350-1389), yang pernah melintasi daerah
ini dalam perjalanan dalam rangka pemeriksaan kedaerah-daerah wilayahnya. Dalam
catatan perjalanan itu, yang ditulis oleh Prapanca, Pujangga kerajaan
Majapahit, terdapat nama-nama tempat di daerah Kabupaten Probolinggo, yang
hingga kini masih ada.
Nama-nama tempat itu ialah Tongas, Hambulutraya (sekarang Ambulu),
Baremi (sekarang Bremi dalam daerah Kota), Binor, Jabung, Pajarakan, Ketompen
(di daerah Pajarakan), Sagara (Segaran di Tiris), Gending, Borang (Wiroborang
dalam daerah Kota). Adapula beberapa nama yang kurang jelas terletak di mana sekarang. Dengan terdapatnya
nama-nama yang tercatat dalam perjalanan Sri Hayam Wuruk pada tahun 1359 (Tahun
1287 Çaka), sedikit memberikan landasan sejarah tentang keadaan daerah
Probolinggo.
Era Kerajaan Blambangan
Blambangan telah berdiri sejak zaman Majapahit (era Sri Hayam Wuruk). Merupakan sebuah daerah yang dikuasakan kepada Prabu Wirabumi (Putra Hayam Wuruk dari selir). Setelah Sri Hayam Wuruk mangkat (1389), Prabu Wirabumi tersebut bersikap sebagai raja merdeka. Hal ini disebabkan karena tidak puasnya Prabu Wirabumi terhadap pengganti Sri Hayam Wuruk, menjadi Raja Majapahit.
Peristiwa ini pada akhirnya menimbulkan perang
saudara, disebut Perang Paregreg
tahun 1401-1406, yang merupakan awal runtuhnya kerajaan Majapahit.
Akhirnya, Blambangan merupakan sebuah kerajaan Hindu
yang kuat. Luas daerahnya meliputi sebagian besar daerah-daerah Karesidenan
Besuki (sekarang) dan bekas Karesidenan Probolinggo dahulu.
Daerah Probolinggo menjadi bagian dari Blambangan,
yang letaknya pada tepi perbatasan, merupakan daerah penyanggah (bufferstaat),
yang sering menjadi medan peperangan.
Peperangan-peperangan antara Blambangan dengan
kerajaan lainnya sering terjadi antara lain:
a)
Serangan Sultan
Trenggono, Demak (1500-1546);
b) Serangan Sultan Agung, Mataram
(1613-1645), tejadi beberapa kali;c) Serangan Amangkurat I, Sultan Tegalwangi, Mataram (1645-1677);
d) Serangan Kompeni (VOC 1767).
Sesudah terjadinya peperangan pada tahun 1637, pada
tahun 1639 ditaklukkan oleh Sultan Mataram. Kemudian karena kesulitan
melepaskan diri dari pengaruh Raja-raja Bali, penduduknya menjadi sangat
berkurang, dengan memindahkannya sebagai budak ke Mataram.
Di tanah tidak bertuan antara Blambangan dan Kerajaan
Mataram, banyak ditempati gerombolan-gerombolan asing atau pengacau-pengacau,
seperti:
- Dari tahun 1674 sampai dengan tahun 1680,
orang-orang Makasar dan Madura (zaman
Trunojoyo);- Dari tahun 1686 sampai dengan tahun 1768, Suropati dengan pengikut dan keturunannya;
- Dari tahun 1720 sampai dengan tahun 1723, Pangeran Blitar dan Purbaja; dan
- Sesudah tahun 1775, Pangeran Singosari.
Setelah Kompeni dapat meredakan Mataram (tahun 1723), Kompeni melarang
orang tinggal di daerah Malang, Probolinggo, Lumajang, Panarukan hingga batas
Blambangan. Padi dan lain-lain dimusnahkan, siapa yang tidak mau pindah,
dibunuh. Kompeni menginginkan ketentraman dan aman dari gangguan penduduk
pribumi.
Dalam perjanjian yang dipaksakan kepada Sunan Pakubuwono II (Mataram), maka
seluruh daerah di sebelah timur Pasuruan diserahkan kepada Vereenigde Oost
Indische Compagnie (VOC), tahun 1973. Tetapi Kompeni tidak banyak
mendapat keuntungan di daerah-daerah itu, bahkan pengganggu keamanan masih
banyak bersembunyi.
Demikian dapat diteliti daerah Probolinggo ini dahulu (sebelum terbentuknya
menjadi daerah Kabupaten), yang merupakan daerah perbatasan tempat arena
peperangan, penduduknya tidak banyak, sehingga merupakan tempat yang tidak
makmur.
bersambung....
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTenkyu mas munjib....
BalasHapus