Minggu, 26 September 2010

SEJARAH KABUPATEN PROBOLINGGO #1

Berikut ini saya coba sajikan Sebuah Catatan Penting mengenai Sejarah Kabupaten Probolinggo.
Sengaja diposting secara bertahap mengingat banyaknya materi yang harus saya unggah.
Sejarah ini saya salin dan sunting seperlunya dari sebuah fotokopi buku milik (alm.) kakek saya.
Buku asli berupa tulisan tangan dan disusun oleh Tim Penyusun Sedjarah
Kabupaten Probolinggo beranggotakan 5 orang, yakni:
Ibnu Said, Nursohib Hudan, SH, Abd. Sjukur, Achmad Munasir dan Abu Jazid.

SELAMAT MENIKMATI...



SEJARAH KABUPATEN PROBOLINGGO

    
Sebelum Terbentuk Menjadi Daerah Kabupaten

   Era Kerajaan Majapahit

Daerah Probolinggo memang tidak kaya dalam peninggalan-peninggalan sejarah. Hal ini dapat diteliti dari keadaan dan kedudukan daerah ini pada waktu itu.
Lahirnya nama PROBOLINGGO terhitung baru dalam percaturan sejarah, yakni baru tahun 1770. Sedang nama sebelumnya, menurut tulisan-tulisan pada tahun 1335, adalah BANGER, merujuk sebuah nama sungai yang terdapat di daerah ini.
Untuk meneliti sejarah pertumbuhan daerah ini, dapat  dimulai dengan menjelajahi  kembali perjalanan Prabu Rajasanagara (Sri Hayam Wuruk), Raja Majapahit IV (1350-1389), yang pernah melintasi daerah ini dalam perjalanan dalam rangka pemeriksaan kedaerah-daerah wilayahnya. Dalam catatan perjalanan itu, yang ditulis oleh Prapanca, Pujangga kerajaan Majapahit, terdapat nama-nama tempat di daerah Kabupaten Probolinggo, yang hingga kini masih ada.
Nama-nama tempat itu ialah Tongas, Hambulutraya (sekarang Ambulu), Baremi (sekarang Bremi dalam daerah Kota), Binor, Jabung, Pajarakan, Ketompen (di daerah Pajarakan), Sagara (Segaran di Tiris), Gending, Borang (Wiroborang dalam daerah Kota). Adapula beberapa nama yang kurang jelas  terletak di mana sekarang. Dengan terdapatnya nama-nama yang tercatat dalam perjalanan Sri Hayam Wuruk pada tahun 1359 (Tahun 1287 Çaka), sedikit memberikan landasan sejarah tentang keadaan daerah Probolinggo.

      Era Kerajaan Blambangan

Blambangan telah berdiri sejak zaman Majapahit (era Sri Hayam Wuruk). Merupakan sebuah daerah yang dikuasakan kepada Prabu Wirabumi (Putra Hayam Wuruk dari selir). Setelah Sri Hayam Wuruk mangkat (1389), Prabu Wirabumi tersebut bersikap sebagai raja merdeka. Hal ini disebabkan karena tidak puasnya Prabu Wirabumi terhadap pengganti Sri Hayam Wuruk, menjadi Raja Majapahit.

Peristiwa ini pada akhirnya menimbulkan perang saudara, disebut Perang Paregreg  tahun 1401-1406, yang merupakan awal runtuhnya kerajaan Majapahit.
Akhirnya, Blambangan merupakan sebuah kerajaan Hindu yang kuat. Luas daerahnya meliputi sebagian besar daerah-daerah Karesidenan Besuki (sekarang) dan bekas Karesidenan Probolinggo dahulu.
Daerah Probolinggo menjadi bagian dari Blambangan, yang letaknya pada tepi perbatasan, merupakan daerah penyanggah (bufferstaat), yang sering menjadi medan peperangan.
Peperangan-peperangan antara Blambangan dengan kerajaan lainnya sering terjadi antara lain:
      a)      Serangan Sultan Trenggono, Demak (1500-1546);
      b)      Serangan Sultan Agung, Mataram (1613-1645), tejadi beberapa kali;
      c)      Serangan Amangkurat I, Sultan Tegalwangi, Mataram (1645-1677);
      d)     Serangan Kompeni (VOC 1767).
Sesudah terjadinya peperangan pada tahun 1637, pada tahun 1639 ditaklukkan oleh Sultan Mataram. Kemudian karena kesulitan melepaskan diri dari pengaruh Raja-raja Bali, penduduknya menjadi sangat berkurang, dengan memindahkannya sebagai budak ke Mataram.
Di tanah tidak bertuan antara Blambangan dan Kerajaan Mataram, banyak ditempati gerombolan-gerombolan asing atau pengacau-pengacau, seperti:
      - Dari tahun 1674 sampai dengan tahun 1680, orang-orang Makasar dan Madura (zaman  Trunojoyo);
      - Dari tahun 1686 sampai dengan tahun 1768, Suropati dengan pengikut dan keturunannya;
      - Dari tahun 1720 sampai dengan tahun 1723, Pangeran Blitar dan Purbaja; dan
      - Sesudah tahun 1775, Pangeran Singosari.
Setelah Kompeni dapat meredakan Mataram (tahun 1723), Kompeni melarang orang tinggal di daerah Malang, Probolinggo, Lumajang, Panarukan hingga batas Blambangan. Padi dan lain-lain dimusnahkan, siapa yang tidak mau pindah, dibunuh. Kompeni menginginkan ketentraman dan aman dari gangguan penduduk pribumi.

Dalam perjanjian yang dipaksakan kepada Sunan Pakubuwono II (Mataram), maka seluruh daerah di sebelah timur Pasuruan diserahkan kepada Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), tahun 1973. Tetapi Kompeni tidak banyak mendapat keuntungan di daerah-daerah itu, bahkan pengganggu keamanan masih banyak bersembunyi.
Demikian dapat diteliti daerah Probolinggo ini dahulu (sebelum terbentuknya menjadi daerah Kabupaten), yang merupakan daerah perbatasan tempat arena peperangan, penduduknya tidak banyak, sehingga merupakan tempat yang tidak makmur.


bersambung....

2 komentar:

Tenkyu telah berkunjung. Plizz komen yah..